Makalah Perundang-undangan



BAB I
PENDAHULUAN

   A.     LATAR BELAKANG
Perjalanan Hierarki Peraturan perundang-undangan di Indonesia terus mengalami perubahan dan pergantian, hal disebabkan adanya ketidak sesuaiaan lagi dengan aturan yang mesti diberlakukan. Ketetapan hierarki Peraturan Perundang-undangan ini dimulai TAP MPRS No. XX/MPRS/1966. Kemudian mengalami pergantian beberapa kali, yaitu TAP MPR No. III/MPR/2000, kemudian ditetapkan pembentukan Peraturan Peundang-Undangan menjadi Undang-Undang (UU No. 10 Tahun 2004). Dimana Undang-undang ini menegaskan bahwa pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara, dan yang terakhir telah ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011 Hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan secara umum memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan, Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundangundangan; penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang; pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah.

  B.      BATASAN MASALAH
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dan agar pembahasan lebih mendalam, dalam penulisan  makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mengenai Pengertian Hirarki Perundang-Undangan, Hirarki menurut Tap MPR, Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004, dan Hirarki No 12 Tahun 2011.

  C.      RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam makalah yaitu;

  1. Apa Pengertian Hirarki Perundang-Undangan?
  2. Bagaimana Hirarki menurut Tap MPR?
  3. Bagaimana Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004?
  4. Bagaimana Hirarki No 12 Tahun 2011?


  D.     TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih memahami dan menjawab mengenai apa itu Pengertian Hirarki Perundang-Undangan, Hirarki menurut Tap MPR, Hirarki Perundang-Undangan No 10 Tahun 2004, dan Hirarki No 12 Tahun 2011.



BAB II
PEMBAHASAN

  A.   PENGERTIAN HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) disusun dalam satu tingkatan yang disebut hierarki peraturan perundang-undangan. Maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Jadi, peraturan perundang-undangan yang dimaksud di atas adalah merupakan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

  B.      HIERARKI MENURUT TAP MPR
Dalam sejarah, DPR-GR tetanggal 9 juni 1996 yang telah dilakukan oleh MPRS dengan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, MPR dengan ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan lampiran II tentang “tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

merupakan hirarki peraturan prundang-undangan menurut TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.

  1. Undang-Undang Dasar 1945
  2. Ketetapan MPRS/MPR
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  4. Peraturan Pemerintah
  5. Keputusan Presiden
  6. Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Mentri, dan lain-lainnya.
Tata urutan hirarki peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan masing-masing bentuk yang bersngkutan, yang mana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada bentuk-bentuk yang  tersebut dibelakangnya (di bawahnya). Tatan urutan di atas mengandung konsekuensi hukum, bentuk peraturan atau ketetapan yang lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang bentuknya lebih tinggi.

Walaupun ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 itu dirasa sangat besar kegunaannya dalam rangka penertiban bagi peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu, tetapi terlihat juga adanya hal-kurang tepat, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang seharusnya tidak terjadi dalam ketetapan tersebut. Di samping itu masih ditemukan jenis-jenis peraturan perundang-undangan dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tersebut belum lengkap karena dalam kenyataannya masih ditemukan peraturan-peraturan lain seperti keputusan menteri, keputusan lembaga pemerintah nondepartemen, peraturan daerah, dan keputusan kepala daerah.
         
Adapun hal-hal yang kurang pada tempatnya antara lain:
1.    UUD 1945 tidak tepat kalau dikatakan sebagai peraturan perundang-unangan karena UUD 1945 itu dapat berdiri sendiri atas dua kelompok norma hukum yaitu:
  • Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau Norma Fundamental negara. Norma Fundamental negara ini merupakan norma hukum tertinggi yang yang bersifat pre-Supposed dan merupakan landasan filosofis yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara itu lebih lanjut. Sifat norma hukumnya masih secara garis besar dan merupakan norma hukum tunggal, dalam arti belum dilekati oleh norma hukum sekunder.
  • Batang tubuh UUD 1945 merupakan Steetsgrudgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara yang merupakan garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakasanaan negara untuk menggariskan tata cara membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat umum.

2. Ketetapan MPR merupakan Steetsgrudgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara. Seperti halnya batangtubuh UUD 1945, ketetapan MPR ini berisi garis-garis besar atau pokok-pokok kebijakasanaan negara, sifat norma hukumnya masih secara garis besar, dan merupakan norma hukum tunggal dan tidak didekati oleh norma hukum sekunder.

3.    Keputusan presiden termasuk dalam peraturan perundang-undangan adalah yang bersifat einmahlig. Suatu keputusan presiden yang bersifat einmahlig ini adalah yang bersifat “penetapan” (beschikking), yang sifat normanya individual, konkrit, dan sekali selesai (einmahlig), sedangkan norma perundang-undangan selalu bersifat umum, abstrak, dan berlaku terus-menerus (dauerhaftig). Dengan demikian yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah keputusan Presiden yang bersifat dauerhaftig (berlaku terus menerus).

4.    Peraturan menteri sebaiknya diganti menjadi keputusan menteri karena penyebutan keputusan menteri dapat berarti secara luas, yaitu baik yang berarti peraturan (regeling) maupun yang berisi penetapan (beschikking).

5.    Penyebutan instruksi menteri sebagai peraturan perundang-undangan tidak tepat karena suatu intruksi tersebut bersifat individualis, konkret serta ada hubungan atasan dan bawahan secara organisatoris, sedangkan sifat dari suatu norma hukum dalam peraturan perundang-undangan adalah umum, abstrak, dan berlaku terus-menerus.

Menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis tersebut mengandung konsekuensi bahwa suatu peraturan perundang-unangan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi mengikatnya.

Sebagai perbandingan tata urutan peraturan perundang-undangan di dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dangan ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Dapat mengetahui sebagai berikut.

1.    TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Ketetapan MPRS/MPR
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden
  • Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Mentri, dan lain-lainnya.

2.    TAP MPR No. III/MPR/2000
  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Ketetapan MPR
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden
  • Peraturan Daerah


 C.      HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN NO 10 TAHUN 2004

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pada tanggal 24 Mei 2004 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang pembentukan Peraturan Peundang-Undangan menjadi Undang-Undang (UU No. 10 Tahun 2004). Undang-undang ini menegaskan bahwa pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam lembaran Negara Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. Herarki perundang-undangan tersebut diatur dalam pasal 7 UU tersebut adalah sebagai berikut:
Hirarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut UU No. 10 Tahun 2004 :

  1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang/Peratuan Pemerintah Undang-Undang
  3. Peraturan Pemerintah
  4. Keputusan Presiden
  5. Peraturan Daerah:
  • Perda Provinsi
  • Perda Kabupaten/Kota 
  • Perdes/Peraturan yang Setingkat
Di dalam Undang-Undang tersebut Ketetapan MPR/MPRS dihapus dari hirarki peraturan perundang-undangan dan mengembalikan kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) setingkat Undang-Undang. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengakomodir permintaan dari pemerintah agar peraturan menteri masuk dalam hierarki, namun ditolak oleh komisi II DPR, yakni rumusan dalam pasal 7 ayat (4) yang berbunyi: “Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.” Penegasan beberapa hal di dalam undang undang ini merupakan koreksi tterhadap pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No. III/MPR/2000).

Penghapusan sumber hukum ketetapan MPR dari tata urutan peraturan perundang-undangan dinilai tepat karena menurut Hamid S. Attamimi, ketetapan MPR tidak dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang undangan. Yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah Undang-Unang ke bawah, UUD, dan TAP MPR harus dilepaskan dalam pengertian Peraturan Perundang-Undangan.


  D.     HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN NO 12 TAHUN 2011

Hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan telah ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2011. Dimana ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berkenaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meyebutkan :
”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.”
           
UUD 1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949. Setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
            
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimasukkan kembaliTAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan, namun hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia.

Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
”Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.”
Begitu halnya denan Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk negara.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan :
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Peraturan Pemerintah diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan :
“Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
            
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan didalam UU No.12 Tahun 2011 bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertentangan.
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
1.) Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.
2.) Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
3.) DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
4.) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
            
Peraturan Daerah Provinsi atau Perda Provinsi merupakan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
             
Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.

Hal itulah yang menjadi alasan mengenai pentingnya pembahasan perundang-undangan, mengenai perubahan perundang-undangan. Dimana perubahan UUD Republik Indonesia 1945 yang dilakukan oleh MPR merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana yang telah diungkapkan pada bagian awal.

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi perubahan UUD Republik Indonesia tahun 1945, antara lain;
  • UUD Republik Indonesia tahun 1945 membentuk struktur ketata negaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi ditangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.
  • UUD Republik Indonesia tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada pemegang kekuasan Eksekutif (Presiden).

UUD Republik Indoensia tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang telalu ”luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran (multi tafsir).
UUD Republik Indonesia tahun 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan pada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan UU.

Rumusan UUD RI tahun 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM) dan otonomi daerah.




KESIMPULAN

Undang-Undang pertama kali yang disahkan setelah berlakunya UUD 1945 adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Komite Nasional Daerah yang terdiri atas enam pasal (disahkan pada tanggal 23 November 1945). Perkembangan yang “wajar” dan “jelas” dalam Sejarah Perundang-undangan, karena adanya perbedaan ketiga UUD yang menjadi pokok pangkalnya. Sedangkan perkembangan selanjutnya yaitu sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai tanggal 5 Juli 1966 merupakan perkembangan yang ditandai oleh “kedaruratan” akibat adanya Dekrit Presiden dan munculnya suatu bentuk penyelewengan (munculnya dua jenis peraturan perundang-undangan yang baru dengan nama Penetapan Presiden (Surat Presiden RI tanggal 20 Agustus 1959 No. 2262/HK/59) dan Peraturan Presiden (tanggal 22 september 1959 No. 2775/HK/59)).

Kedua peraturan baru ini sama sekali tidak disebut dalam UUD 1945, bahkan kedudukan dan peranannya melebihi ketiga bentuk perundang-undangan yang telah diatur sebelumnya dalam UUD 1945. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai awal 1966, terdapat sekitar 76 buah Penetapan Presiden dan 174 buah Peraturan Presiden yang terdapat dalam lembaran negara. Secara yuridis formal, perkembangan terakhir ini berawal pada tanggal 5 Juli 1966 yaitu dengan dikumandangkannya Ketetapan MPRS No XIX/1966 tentang peninjauan kembali produk-produk legislatif negara di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

Berkaitan dengan proses penyusunan suatu rancangan undang-undang, sejarah peraturan perundang-undangan mencatat paling tidak sejak tanggal 29 Agustus 1970, semua Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen harus berpedoman kepada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Pada saat itu, pertimbangan ditetapkannya Inpres tersebut adalah untuk menciptakan tertib hukum dan peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi penyelenggaraan tugas pemerintah.




KRITIK DAN SARAN
Menurut saya, masih banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki demi menyambut era globalisasi. Bidang-bidang dasar seperti politik, ekonomi, sosial & budaya, serta hukum harus banyak mengalami perubahan mengarah kepada yang lebih baik.

Globalisasi tidak bisa kita hindari, tetapi kita perlu untuk tetap menanamkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 demi terciptanya Indonesia yang lebih maju namun tetap mempertahankan ciri ke-Indonesia-an-nya. Saya yakin meskipun secanggih-canggihnya perubahan zaman nanti, apabila kita tetap berpegang teguh terhadap kedua pedoman tersebut, maka kehidupan negara ini akan menjadi semakin baik kedepannya, amin






DAFTAR PUSTAKA
Referensi, Dikutif dari :
http://2404alif.wordpress.com/2013/01/04/makalah-hukum-perundang-undangan/
http://gumilar69.blogspot.com/2013/11/makalah-lengkap-ilmu-perundang-undangan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia



No comments:

Post a Comment